Senin, 12 Desember 2016

Bajingan, Sialan!!

hai,
apa kabarmu sahabat sialan?!
sahabat sialan yang selalu bisa membuatku lupa,
akan kekecewaan terhadap rumus asas black dan logika matematika yang tak kunjung bisa kutuntaskan.
akan kegagalan polisi merebut sebotol arak ditanganmu yang masih berseragam,
kupikir kau tak akan lupa.

apa kabarmu bajingan tengil?!
bajingan tengil yang selalu bisa mencium bau tembakau dari balik jaket lusuhmu yang kupinjam,
bajingan tengil yang selalu bisa berbagi seimbang dikala saku tak terisi rupiah.
masihkah kau bisa merasakan ada-ku?!

sekarang, dimana kau ada sekarang?!
disaat banyak cerita cinta beserta patahnya yang ingin kubagi denganmu, masihkah kau ada?!
disaat banyak kerinduan akan masa lalu, kini, dan harapan tentang esok pagi yang ingin kutunjukkan, masih sanggupkah kau menyimak?!

dimana peluh mengalih bersama keluh,
kau bukan lagi tempat berteduh.
dimana rasa tebentur asa,
kau tak lagi ada.

dekade berjalan tanpa toleransi,
tak hiraukan air mata yang menetes dikala sepi.
dendam tersimpan tanpa satupun simpati,
acuhkan tragedi,

lewat rintik hujan yang mengubahku serupa mendung,
yang mengetuk tanah diatas tempat kau tertidur,
sanggupkah kau dengar hatiku rindu?!

berjanjilah kau akan selalu menungguku kembali bersamamu!!
dimanapun engkau berada,
sahabat yg dulu mati ditikam,
berandalan putih, biru muda, biru tua.

Jumat, 25 November 2016

Strata Rasa

Sudah lama aku menunggu waktu yang tak pernah tepat.
Menanti matahari tenggelam namun terhalang awan dan hujan.
Sudah lama pula aku menunggu waktu yang tak pernah tiba,
Menanti jawaban atas segala resah yang semakin sulit terlupakan.

Tentang angin yang setia meniup setiap kelam kenangan yang dulu pernah ada.
Tentang angan yang tak mudah lekang oleh waktu yang terasa berhenti berputar,
Tentang rasa yang perlahan pudar terbawa tiupan angin,
Tentang asa yang selama ini tumbuh berakar dalam angan.

Kini sudah tiba saatnya aku melangkah,
Sudah kusiapkan tinta bersama ribuan lembar kertas putih yang siap terisi bait baru tentang bagaimana rasanya kembali menjatuhkan cinta.
Kini sudah tiba saatnya kukenakan sepatu baruku yang siap kuajak bertualang melangkah mencari firdaus yang selama ini sempat tertahan.

Dan untuk itu semua,
Maukah kau menuliskan bagianmu dengan tinta pada halaman yang sudah kusiapkan?
Maukah kau menjadi pasangan sepatuku agar kemanapun aku melangkah,kau akan besertaku?
Dan untuk itu semua,
Maukah kau menemani ceritaku selanjutnya?
Karena kepadamu,aku bersedia menjatuhkan hatiku sedalam rasa yang tak bisa kau ukur.
Maukah kau menjadi tanggung jawabku terhadapNya?
Maukah engkau?!

Rabu, 25 Mei 2016

Dogma Skeptis Paranoia

Kali ini, hanya untuk sejenak kumohon relakan waktumu untuk sedikit mengeja setiap kata yang tergambar samar dalam seduhan kopi hitam yang separuhnya tumpah dari gelas menuju setiap sel syaraf hingga kemudian tertimbun dalam pikiranku.

Bahkan ribuan hari kulalui tanpa sejengkalpun aku dapat menentukan arah dengan pasti. Tak perlu kau tanya mengapa, karena kau tahu dan telah mengikat kedua kakiku pada tiang pilu dengan penuh kesakitan. Erat, sangat erat hingga aku sulit membuka langkah pada setiap arah dan kemungkinan. Dan kesakitan itu semakin menggila ketika secara perlahan aku terbakar oleh penderitaan dan perih yang dangan senang hati datang silih berganti untuk mencekik dan mencoba menghentikan detak jantung yang bahkan telah tercabik sebelumnya dalam senyum yang kini sirna.

Apakah pernah sekali saja bahkan dalam mimpi terburukmu kau coba pikirkan tentang betapa hebat caramu menyakitiku?! Khayalan ini tak berdasar pada logika sebab telah tercurah segala perasaan untukmu. Tak berakal sehat dan tak beralasan, tak terukur dalam dan tak bertepi, tak terhitung massa dan tak berupa, mencoba kembali mengumpulkan setiap kepingan harapan yang telah hancur takkan semudah seperti kau membunuh anganku. Apakah pernah?! Kau pikirkan itu?! Apakah pernah kau pikirkan itu ?!

Tidak, tidak seperti sebelumnya. Hingga kini akhirnya kau lebih berani menginjakkan kakimu di ranah hati yang mungkin hina dan tak bernilai setidaknya di matamu. Atau mungkin aku yang terlalu lebih kecil dari amoeba hingga hembus nafasku yang sudah terengah di sisi lain telinga mu yang telah tersumbat tentang aku, kau tidak mendengar dan tak bisa merasakannya?!

Tidak, takkan pernah sama. Bagaimana mungkin seekor nocturnal dapat minum seteguk sejuknya embun pagi?! Hari ini akan sangat menyakitkan ketika aku merindukan embun pagi jika senja baru saja dimulai. Dalam malam gelap, pekat dan gelap aku tak pernah lupa merindukan sejukmu, betapa hancurnya hatiku ketika tahu matahari menyerap setiap embun diatas genggamanmu. Apakah ini adil?! Bias, terbias, hingga akhirnya benar-benar membias, rapuh, dan menguap.

Dan kali ini,bersama sejuta perih yang tercampur dalam luka,dengan terpaksa kulemparkan senyumku dalam bungkusan rindu yang perlahan rusak sebelum sampai kepadamu. Terima kasih, paling tidak untuk saat ini saja

Rabu, 13 April 2016

Dualis Imajiner

Malam ini,
Aku menengadah searah bintang yang hilang terselimut awan.
Menatap jauh kedalam raga yang tak pernah bernyawa.
Begitu pekat,hitam tak bermuara.

Malam ini,
Ketika langit tak memberi celah bagi sang bulan untuk menyinari bumi yang tak tersorot matahari.
Ketika hujan terlalu deras turun membasahi dinding kelopak yang kian merapuh.
Ketika angin terlalu kencang menyapu sisa daun yang jatuh menua.

Kau,apakah kau masih disana dengan janji yang dulu kau beri padaku hingga kau berikan pula pada hangatnya pelukan lain?!
Ketika sebatang ranting tua terjatuh dari pohon,terbakar menjadi abu hingga kemudian perlahan hilang,masihkah kau akan memeluk mimpi yang sama dengan cerita yang lain?!

Malam,seperti ini,
Ribuan derap hentakan setiap langkah bahkan terdengar serupa.
Meninggalkan jejak tanpa arah tujuan.
Membiaskan harapan bahwa kemarau takkan datang esok hari.

Malam ini,masih akan terulang esok hari.

Bandung ,13 April 2016

Jumat, 26 Februari 2016

Stigma Endosentris

Hujan kali ini mengarahkanku pada sebuah lamunan yang bahkan sebenarnya sudah tak layak untuk kuingat. Namun percuma,hujan terlalu deras sehingga setiap tetes yg turun tak lagi segan untuk menggenangi sisa serpihan hati yang tanpa ragu kau hancurkan. Bahkan bendungan yang telah dengan susah dan segala payahku tak mampu lagi menahannya. Meluap,mengalir dari hati melalui setiap nadi yang selalu bedetak dua kali lebih cepat ketika secara sengaja aku mengingatmu. Dan akhirnya meledak,mengalir setelah memecahkan benteng memory dari kelopak mata.

Dalam hujan,aku bermimpi akan teriknya matahari. Menyengat hati yang lengah ketika lelah. Membunuh setiap ranting yang tumbuh besar dalam angan yang tak pernah pasti. Membakar habis setiap sisa harapan yang bahkan telah mati. Benarkah engkau matahari yang singgah dalam logikaku?!

Sudahlah!! Mungkin hujan terlalu terlalu dingin mendekap pikiranku. Membawaku dalam lamunan panjang tentang bagaimana kau menyakitiku,tentang bagaimana caramu meninggalkanku tanpa permisi,juga tentang bagai mana kau datang untuk mengakhiri cerita cerita yang mulai kutulis dalam kertas putih dengan wajahmu sebagai background. Semua selesai,kertas putih telah terbakar tak bersisa dan wajahmu telah terbingkai kaca yang memelukmu erat.

Selamat malam,selamat menikmati hujan tentangku!!

Bandung, 26 Februari 2016

Vicky Fabian.

Minggu, 21 Februari 2016

Windu , Rindu

Delapan tahun sudah kau berlalu tanpa terasa. Delapan pergantian malam tahun baru kau tiada. Tak terasa kini hadirmu yg dahulu berharga sebelum akhirnya aku kembali mencari jejakmu,diantara kawan lama yang pernah kau injak lantai rumahnya,diantara banyak no handphone yg dulu kau nyatakan sebagai rumah keduamu,diantara sesak kenangan yang tak pernah sedikitpun kucoba lupakan aku kembali mencarimu.

Masihkah kau ingat pelukan terakhir yg dulu pernah kau sempatkan sebelum kepergianmu?! Begitu berkesan hingga hari ini masih tersimpan senyum wajahmu diantara sempit hatiku kala tertindih hati yang lain. Senja dikala hujan gerimis yang kala itu menemani kau menangis sehingga samar tetes air matamu,membasahi hati yang kala itu terbakar oleh kabarmu. Ya,hari ini kembali mencarimu.

Dimana kau saat ini?! Ketika hati merindu,asa tertusuk hampa tertindih lara yang tak bisa dihindari. Mendekap setiap malam dalam harap tanpa kemungkinan. Maaf,aku kembali mengingatmu bersama mimpi tadi malam yang kubawa sadar untuk kemudian kusimpan. Masihkah engkau tentang malam?! Tentang segala keindahan diluar nalar setiap nocturnal. Ya,hati ini kembali mencarimu.

Demikian segenap rindu dan segenggam angan yang tak terjamah sewindu sudah. Sudahlah,aku takkan menghampirimu. Mata hatiku masih saja buta terluka hati yang lain. Kusampaikan rindu ini agar kau tahu,saat ini dunia sedang tak bersamaku. Semoga kau bahagia saat ini,bersama setiap hati yang selalu mengeja namamu dalam doa selama delapan tahun belakangan.

2008-2016 M.R.P
Salam Rindu untuk Tanah Batak!!

Rabu, 20 Januari 2016

Terbentur Senja

Bukan engkau alasan mengapa aku menulis.
Ribuan halaman pun takkan habis bercerita tentang engkau.
Melainkan bagaimana aku mengiris perih dalam tiap goresan luka yg kau torehkan hingga tanpa sadar air mataku jatuh diatas kertas yg hanya terbebani sebuah penghapus.
Jangan pernah kau tanyakan dimana aku menggenggam penaku,ketika itu aku bahkan tak lagi sanggup menulis tentang bagaimana cerita kita yg kau akhiri dengan senyummu.
Ya,jelas bukan engkau.

Bukan engkau yang kucari dalam setiap langkah yang kutapaki.
Aku terus berjalan melangkah ditempat yang sama dengan suasana berbeda.
Melainkan banyak kebiasaan yang dulu pernah dan sering kita lakukan bersama dan kini tiada.
Membiasakan diri terbiasa terhadap hilangnya kebiasaan takkan semudah kau meludahi bau sampah yang hanya bisa menunggu untuk terbakar hingga mengering,hangus dan tak bersisa.
Ya,jelas bukan engkau.

Bukan engkau yang kuharapkan kembali.
Menunggumu hanya akan membuang waktu percuma yang terasa lama hingga lanjut usiaku.
Melainkan kebahagiaanku yang dulu pernah kugenggam hingga akhirnya kau datang merenggut dan merampas seluruh mimpi dan kebahagiaanku hingga kemudian kau buang jauh ke dalam lubang hitam yang sekilas nampak tak bertepi.
Bisakah kudapatkan kembali kebahagiaanku?!
Ya,bukan padamu aku meminta.

Bukan engkau pula yang kuharapkan pergi.
Perihnya luka yang kau toreh dalam setiap hembus nafasku,begitu kuat meyakinkanku bahwa aku tak pernah mengenalmu.
Melainkan sakit,perih,luka,benci dan rindu padamu yang harus kutelan dalam mimpi dan membangun kenyataan bahwa memaafkanmu akan mengobati setiap rasa yang pernah terjatuh.
Ya,jelas bukan engkau.

Kali ini,untuk terakhir kalinya aku memohon maaf jika aku pernah sedikit mengisi masa lalumu yang harusnya tak pernah terjadi.